Pelaksanaan Tradisi Adat Kebo Keboan Aliyan di Tengah Pandemi – Tradisi agraris kebo-keboan Aliyan kembali diselenggarakan pada Minggu (23/08/2020). Tradisi ini digelar sebagai ritual permohonan kelimpahan hasil bumi kepada Tuhan YME, serta menghindari terjadinya musibah untuk desa.
Penyelenggaraan kebo-keboan Aliyan kali ini terlaksana dengan lebih sederhana dibanding tahun-tahun sebelumnya, dan dengan tetap mematuhi protokol COVID-19. Biasanya tradisi ini selalu dibuka untuk umum, namun pada masa pandemi ini tradisi ini hanya diikuti oleh warga Desa Aliyan saja.
Dalam pelaksanaan ritual ini, berbagai aturan ketat diterapkan untuk memastikan keselamatan semua peserta. Setiap peserta diwajibkan memakai masker dan menjaga jarak selama acara berlangsung. Panitia juga menyediakan tempat cuci tangan di beberapa titik strategis untuk memudahkan para peserta menjaga kebersihan tangan mereka. Selain itu, jumlah peserta yang berpartisipasi dalam ritual juga dibatasi untuk mengurangi risiko penyebaran virus.
Tradisi kebo-keboan Aliyan merupakan salah satu warisan budaya yang sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Dalam ritual ini, beberapa warga desa berperan sebagai ‘kebo’ atau kerbau, yang melambangkan kesuburan dan kekuatan. Mereka mengenakan kostum khas dan melakukan berbagai atraksi yang dipercaya dapat membawa berkah bagi hasil panen dan melindungi desa dari bencana.
Meskipun pelaksanaannya lebih sederhana, semangat dan makna dari tradisi ini tetap terjaga. Warga Desa Aliyan bersama-sama berdoa dan berharap agar pandemi segera berakhir, dan kehidupan dapat kembali normal dengan hasil bumi yang melimpah. Penyelenggaraan yang tetap memperhatikan protokol kesehatan menunjukkan bahwa masyarakat Desa Aliyan sangat peduli dengan kesehatan dan keselamatan bersama, tanpa mengesampingkan nilai-nilai budaya dan tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur mereka.
Dengan upaya dan kerja sama seluruh warga, tradisi kebo-keboan Aliyan dapat terus dilestarikan dan menjadi simbol kekuatan serta kebersamaan masyarakat desa dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk pandemi COVID-19.
Keboan Aliyan ini dilaksanakan setiap bulan Suro-penanggalan Jawa. Sejumlah petani kerasukan roh leluhur dan bertingkah layaknya kebo (kerbau). Mereka lalu berkeliling ke empat penjuru desa. Sesekali, belasan “kerbau” itu nyemplung di kubangan layaknya kerbau yang akan “nyawah” atau membajak sawah.
Warga desa Aliyan sangat antusias menyambut tradisi ini, meskipun dalam keadaan yang berbeda dari tahun sebelumnya. Mereka bergotong royong menyiapkan ragam kebutuhan untuk ritual, mulai dari beragam sesajen hingga membangun gapura dari janur yang digantungi hasil bumi di sepanjang jalan desa sebagai perlambang kesuburan dan kesejahteraan. Kenduri massal pun digelar sebagai tanda dimulainya ritual.
Keboan ini dimulai sejak pagi, yang diawali dengan selamatan di empat penjuru desa (ider bumi). Bersamaan itu, sejumlah petani yang yang telah kerasukan siap menjalani ritual Keboan. Mereka lalu berkeliling desa mengikuti empat penjuru mata angin. Saat berkeliling desa inilah, para “kerbau” itu bertingkah layaknya siklus cocok tanam, mulai dari membajak sawah, mengairi, hingga menabur benih padi.
Tradisi kebo-keboan di Banyuwangi ini berkembang di dua desa, yakni di Desa Aliyan dan Desa Alasmalang. Tujuan dan fungsi dari keduanya sama, namun yang membedakan adalah alur penyajiannya dan tanggal pelaksanaan. Baca disini untuk tau lebih lanjut terkait tradisi kebo-keboan Suku Osing Banyuwangi.
Baca juga: Banyuwangi Festival 2021, Menyajikan Pengalaman Hybrid Online + Offline