Puter Kayun, Warisan Leluhur Watu Dodol – delman beriringan meramaikan jalanan di sepanjang wilayah kota hingga Ketapang Banyuwangi, sontak banyak menyita perhatian warga termasuk para pengendara yang melewati Kota dan pelabuhan Banyuwangi. Puter Kayun-lah julukan tradisinya, tradisi ini digelar setahun sekali setiap hari ke-10 bulan Syawal. Seperti layaknya semarak memeriahkan pesta, masyarakat Banyuwangipun merayakannya dengan suka cita
Nantinya dokar-dokar itu akan dinaiki warga dari Kelurahan Boyolangu menuju Pantai Watu Dodol sejauh 15 Km. Hanya warga Boyolangu yang memiliki tradisi ini Puter Kayun. Tradisi ini juga masuk dalam penyelenggaraan Banyuwangi Festival. Acara ini dipuji dan banyak apresiasi warga karena berasal dari masyarakat yang melestarikan tradisi adat.
Tradisi yang sudah turun temurun
Kegiatan ini sifatnya tradisi lokal dan selalu dilaksanakan dalam satu tahun sekali selalu digelar di daerah Boyolangu. Selain untuk menjaga ritual yang ada, ini juga sebagai cara untuk menciptakan daya Tarik wisatawan karena mengusung konsep sejarah. Bukan karena apa acara ini selalu rutin digelar, karena mempunyai cerita sejarah kebelakang yang unik lho untuk disimak. Penasaran kan seperti apa asal mula tradisi ini harus dilaksanakan?
Pada moment pasca lebaran idul fitri, seluruh masyarakat Boyolangu selalu antusias mengiringi dokar-dokar yang dihias di sepanjang jalan raya yang menjadi rute pawai ini hingga finish di pantai Watu Dodol. Warga asli Boyolangu menuturkan alasannya ikut iring-iringan ini sudah menjadi kebiasaan yang diajarkan orangtuanya sejak mereka masih usia dini.
Ini tradisi leluhur yang sangat menyenangkan. Bisa bareng-bareng tamasya dan selamatan bersama di pantai Watu Dodol dan ini harus kami ikuti sampai selesai ritual Puter Kayunnya. Nantinya warga juga kembali bersama-sama. Setelah rombongan sampai di Pantai Watu Dodol, mereka juga menggelar selamatan dengan makan bersama di sepanjang pantai sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang mereka dapatkan selama setahun terakhir.
Sebagian tokoh adat juga menaburkan bunga yang diyakini sebagai kembang tujuh rupa ke laut untuk menghormati leluhur mereka yang meninggal saat pembuatan jalan. Melalui tradisi ini masyarakat Boyolangu menjalin silaturahmi sekaligus berlibur bersama sanak saudara.
Rute yang dilalui pawai delman ini merupakan jalan napak tilas leluhurnya Ki Buyut Jakso. Konon buyutnya ini adalah orang sakti yang dimintai bantuan untuk membuka akses jalan antara Situbondo-Panarukan yang terhalang gunung besar. Konon untuk membuka jalan di sebelah utara Belanda meminta bantuan pada Mas Alit (Bupati Banyuwangi I). Kemudian Mas Alit menugaskan Ki Buyut Jakso, karena di bagian utara ada gundukan gunung yang tidak bisa dibongkar.
Ki Jakso lalu bersemedi dan tinggal di Gunung Silangu yang sekarang menjadi desa Boyolangu. Atas kesaktian Ki Jakso, akhirnya jalan tersebut bisa dibuka dan diberi nama Watu Dodol, yang artinya batu yang didodol (dibongkar). Ki Buyut Jakso memberi pesan agar setiap tahunnya keturunannya berkunjung ke Pantai Watu Dodol. Hal itu dilakukan untuk mengenang napak tilas peristiwa yang dilakukan Ki Buyut Jakso pada waktu itu.
Sebelum pelaksanaan Puter Kayun, tradisi ini diawali dengan sejumlah ritual. Dimulai dari tradisi kupat sewu (seribu ketupat) yang digelar tiga hari sebelum puter kayun. Dalam kupat sewu ini, masyarakat Boyolangu membuat ketupat, lepet dan makanan lain sebagai pelengkap.
Selain berbagi ketupat warga juga menggelar selamatan yang dilakukan di sepanjang jalan desa. Usai melaksanakan kupat sewu acara dilanjutkan dengan arak-arakan kesenian daerah mulai dari kebo-keboan, Kuntulan, Barong, ondel-ondel, gandrung, hadrah dan patrol.
Usai menggelar berbagai prosesi itu, warga kemudian berziarah ke makam Ki Buyut Jakso. Setelah itu baru dilangsungkan prosesi puncak dengan iring-iringan pawai dokar yang dihiasi ornamen warna warni dan dikenal dengan tradisi Puter Kayun.
2 Comments
[…] Baca Juga: Tradisi Puter Kayun, penyelamat bala sejarah Watu Dodol […]
[…] Baca Juga : Festival Puter Kayun, warisan peninggalan sejarah Watu Dodol […]